Waktu Sholat

Melihat-lihat foto wisuda itu jadi teringat masa-masa kuliah dulu, masa dimana aku terjebak dalam hal-hal sementara yang membuatku banyak sekali meninggalkan kewajibanku sebagai seorang hamba.

assholatu khoirummin annauum” seruan adzan dari corong masjid itu kedengaran merdu ditelingaku meski keadaanku setengah sadar. Karna Aku baru tidur sekitar setengah jam lalu.

 Tapi bukannya aku bangun malah kuangkat bantal, dan kuletakkan ke atas kepala untuk menutupinya agar tak terdengar lagi suara adzan itu. Begitulah keadaanku dulu setiap harinya, kadang baru tidur jam tiga pagi, kadang jam empat, atau kadang menjelang Subuh seperti saat itu.

Nada alarm berbunyi, aku atur tepat jam sembilan pagi. Dari itulah  aku bangun dan bergegas untuk kegiatan rutin ke kampus, tanpa hiarau bahkan lupa bahwa telah terlewat waktu Sholat Subuh.

Antusiasme belajar selalu kutunjukkan dengan aktif di diskusi kelas, aktif bertanya pada dosen, dan aktif berargumen Sampai tibanya jam Istirahat. 

Biasanya bertepatan waktu Dzuhur atau lewat sedikit, itu aku pakai untuk sarapan, tepatnya sarapan sekaligus makan siang, karna begitulah mahasiswa, makan tak teratur.

Beberapa menit sisa jam Istirahat biasanya kuhabiskan untuk sekedar ngobrol-ngobrol sesama kawan sambil menghisap beberapa batang rokok. 

Belum habis kuhisap batang rokok terkhir, biasanya aku mendapat kabar lewat sms bahwa dosen sudah masuk. Bergegaslah kembali ke perkuliahan berikutnya. Lagi-lagi tanpa hirau waktu Sholat Dzuhur.

Kuhabiskan jam-jam perkuliahan hari itu sampai sekitar setengah lima sore, aku tak langsung bergegas pulang ke kosan. 

Karna Di kampusku, bisa dibilang aku termasuk mahasiswa yang populer, mengetuai sebuah organisasi besar di kampus. Kegiatanku selain dikelas lumayan  padat, dan sering kali ada rapat-rapat kepanitiaan yang harus ku pimpin. 

Dan semuanya rampung ketika malam tiba sekitar jam sembilan. Itupun terkadang lebih malam lagi, karna harus mengikuti diskusi yang diadakan oleh organisaasi diluar kampus yang juga ku ikuti.

Sampai kosan aku tak lekas tidur untuk beristirahat, masih banyak tugas yang harus kuselesaikan. tugas kuliah, tugas organisasi, membuat proposal, dan semua alasan yang mengharuskanku tidur ketika jarum jam menunjukkan waktu utama sholat thajjud. 

Begitulah diriku tiap harinya pada waktu itu, berapa banyak hari dan minggu ku lewati dengan selalu menghiraukan waktu sholat. Padahal jika waktu diputar beberapa tahun sebelumnya, aku termasuk anak yang sangat rajin sholat dan menjadi kebanggaan orang tua.

“ibu bangun, sudah mau subuh nih..” suara cemprengku membangunkannya, seraya mencolek lengan ibuku yang sedang terlelap dalam balutan mimpi.

Saat itu, Pagi buta ketika muadzin sedang menunggu waktu subuh dengan sayup-sayup sholawat. Aku sudah bangun, biasanya sejak jam tiga, yang kupakai untuk sholat Tahajjud sampai sholat subuh menjelang. hal demikian selalu selalu kulakukan ketika itu.

Ibuku sungguh sayang padaku, aku merupakan anak laki-laki kebanggaan keluarga. Karna aku amat rajin beribadah. Sholat selalu tepat waktu, dan tak ketinggalan pula sholat sunnah rawatib,  tahajjud dan dhuha yang melengkapi sholat wajibku, juga puasa sunah senin – kamis hampir tak terlewatkan.

Alasan yang membuat orang tuaku begitu bangga padaku yaitu karna aku termasuk anak yang pandai tinimbang teman-teman kelasku yang lain. 

Juara kelas selalu ku raih meski kadang naik turun, kadang peringkat pertama, kadang kedua, juga ketiga, dan hampir tidak pernah selama aku dibangku sekolah dua belas tahun tidak menempati lima besar di kelas.

Meskipun aku sadar keadaan ekonomi keluarganku pas-pasan, namun semangatku mengejar cita-cita tak pernah surut. 

Karna itu selepas lulus dari SMA aku berniat untuk melanjutkan kuliah di Jakarta. Anggapanku waktu itu karna Jakarta merupakan Ibu kota negri Ini, nantinya pasti akan bertemu dengan orang-orang dari berbagai daerah dan tentunya akan banyak hah-hal baru yang kudapat disitu.

“bapak selalu mendukung nak, kamu kuliah dimana saja, asalkan kamu nyaman dan serius belajar.” Jawab bapakku  mengiyakan keinginanku.

Sebelum akhirnya aku berangkat ke jakarta, aku ingat persis pesan Ibuku.

“jangan pernah meninggalkan kewajiban ya nak disana.” Pintanya. “Kewajiban apa saja, kewajiban kepada Tuhanmu atau sesama manusia.” Lanjutnya Sambil menggenggam erat tangan dan mengelus-elus pundakku.

Selalu kuingat pesan itu di tahun pertama perkuliahan. Namun ketika sudah menginjak tahun ketiga, lingkungan telah mengubahku, hiruk pikuk perkuliahan dan organisasi seakan menghapus pesan itu dari memoriku.

Sampai pada saat ada seorang perempuan yang menyadarkanku. Aku jadi tersadar bahwa waktu-waktu yang kujalani saat itu serasa begitu sempit dengan selalu meninggalkan kewajibanku terhadap Tuhanku. dan sejak itulah Ia yang merubah hidupku.

“Aku mohon ampun Ya Allah karna hari-hari kemarin sudah banyak sekali kuhabiskan untuk meninnggalkan kewajibanku sebagai hambaMu, ternyata Engkau benar maha Penyayang, benar-benar maha penyayang, andai jika umurku berhenti pada waktu itu, aku tidak akan sempat lagi memohon ampun kepadaMu seperti. 

Dan meninggalkan dunia yang fana ini dengan banyak sekali mengemban dosa yang keperbuat. aku mohon ampun ya rabb. Astaghfirullah aladzim waatubu Ilaih” pitaku lirih di atas bentangan sajadah saat tengah malam, persis seperti waktu ketika dulu aku sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas dan meninggalkan sholat.
***
“mah.. mamah.. bangun mah sudah mau subuh nih.” Kubangunkan Istriku dengan suara yang kuperlembut, yang kutahu Ia adalah perempuan yang tempo hari merubah hidupku hingga seperti sekarang ini.



Ciputat, pertengahan Mei 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berlalu Begitu Cepat

Teh Dini Hari

Kuping Kiri