5 Sekawan Dongeng hidup
Kira-kiara
sebulan yang lalu saya bersama empat teman saya tidak sengaja melakukan wisata.
Arti ‘tidak sengaja’ disini tidak dibuat-buat melainkan hanya dibikin-bikin
(sama aja ya). Tapi yang penting cerita ini memang harus diceritakan karena
kalo enggak akan menimbulkan jerawat karna terus dipikirin.
Pagi itu
saya bersama abub, ipin, farid, aziz, janjian ditempat biasa yaitu pelataran
masjid untuk membicarakan sesuatu yang tidak penting. Kenapa kumpulnya
dipelataran masjid?? Itu adalah tanda tanya yang wajar. karena disaat anak-anak
yang lain nongkrong ditempat yang keren, kita malah ditempat orang naro alas
kaki.
Tapi tak apalah kalian enggak usah tahu alasannya, yang penting kita
nyaman dengan bau kaos kaki yang ada. Dan juga itung-itung ngejagain sendal
orang yang lagi sholat. Kan dapet pahala.
Keenggak
pentingan obrolan kita emang selalu ngabisin waktu untuk orang sibuk seperti
saya (sibuk menganggur). Tapi tak apalah mereka meskipun begitu orangnya baik
dan juga alay. Dan Karena kealayannya itu, saya sendiri kayaknya sampai ketularan.
Yah enggak apalah alay kalo kata bang raditya dika adalah proses menuju
kedewasaan. Dan saya memakai teori itu untuk bergaul sama mereka.
Ditengah
obrolan Entah dari mana datangnya tiba-tiba ada setan merasuki pikiran ipin
untuk mengajak saya dan abub main di kostannya dijakarta pusat. Alamak sialan,
setan itu pun merasuki pikiran saya dan abub untuk mengiyakan ajakannya itu.
Dasar setan.
Tinggal farid dan ajiz yang belam kerasukan, moga aja meraka tetap
istiqomah dijalanNya (lho??). dan alhamdulillah mereka baik-baik saja sampai
pada waktunya mereka lengah dan setan yang sama merasuki mereka berdua.
Merekapun jadi ikut ke jakpus.
Dalam waktu
pemberangkatan, di mobil kita menyusun strategi untuk pembagian tempat
menginap.
Dan hasilnya saya dan abub tinggal di kostannya ipin, sedangkan ajiz
tinggal dirumah saudaranya farid yang entah kebetulan atau apa bertempat di
jakpus. Pembagian strategi menginap
tersebut sebenarnya enggak ada maksud sih.
Tapi yang pasti strategi itu
kita laksanakan.
Senja sudah menampakkan dirinya, kita berpisah
di halte dekat kostan ipin. Saya abub dan ipin turun untuk menuju kostan ipin.
Sedangkan farid dan ajiz mereka masih harus duduk di mobil sampai rumah
saudarnya farid nampak di mata tereka.
Dihalte itulah kita berlima berpisah,
dan ada keharuan, sedih, air mata tumpah ruah membanjiri ibu kota. Ini tidak
berlebihan, karena kita berlima bersahabat erat, sudah seperti di film thailand
yang berjudul friendship itu tuh..
Dikostan
ipin ternyata biasa aja, tapi masih lebih bagus dari kostan saya yang hanya
terbuat dari kardus. Tapi jangan salah meski terbuat dari kardus didalamnya ada
AC, kulkas, TV LCD, mesin cuci, pokoknya penuh banget sampai saya tidur diluar
(lho???). kembali ke pokok masalah, malam hari dikostan ipin saya dan abub
ditinggal berdua.
Entah keana ipin pergi malam itu, enggak tau kemana ia pergi
yang pasti dia memakai pakaian konser. Mungkin dia mau manggung dengan band
keroncongnya. Tapi tau ah..
Tinggalah
saya dan abub berdua di kostan tersebut. Saya takut akan timbul benih benih
cinta diantara kita. Kalo saya sih masih normal, masih suka perempuan.
Tapi kalo
abub kayaknya udah enggak normal, kalo udah gitu saya takut ketularan enggak
normal juga. Tapi mau gimana lagi, saya tetap memberanikan diri untuk tidur sekamar
sama Dia.
Oh iya gimana
yah kabar farid sama ajiz .? Karna saya penasaran kuhubungi saja mereka via
telfon. Tapi Ah sialan ada gangguan, hujan yang turun sangat derasnya membuat
ponsel saya enggan mengeluarkan suara mereka dengan jelas. Terpaksa kuurugkan
niat saya untuk menghubungi mereka. Meski begitu karena saya sayang pada mereka
berdua: “Ya Allah.. semoga mereka baik-baik saja, aman terkendali dan semoga
mereka tetap normal.” Begitulah doa saya untuk mereka.
Tiba-tiba
dengan polosnya abub berteriak kegirangan.
Pas saya tanya dia kenapa, ternyata dia
merasakan sakit perut yang amat sangat. Yasudah kusuruh saja dia buang air
kekamar kecil. Tapi dia enggak mau kalau sendirian dia pengannya sama saya.
Dan
Sekitar setengah jam saya berdiri mematung didepan pintu toilet untuk ngejagain
bocah penakut satu ini.
Selesai
buang air, Ia bercerita bahwa mungkin saja Ia sakit perut gara-gara ‘ayam
monyet’ yang tadi. Oh iya ada cerita yang kelewat, tadi sebelum berangkat ke
jakpus kita berlima makan ‘ayam monyet’. Enggak tau kenapa pemilik warungnya
khilaf memberi nama makananya ‘ayam monyet’.
Mungkin mereka ngefans sama
monyet, Atau mungkin ayamnya di goreng sama monyet.
(Au ah gelap). tapi yang
pasti sambel yang menamani ayam monyet itu membuat cairan hidung dan telinga
kita keluar berlinangan.
Nyatanya yang
paling banyak makannya adalah abub dan yang paling sedikit makannya adalah
saya, makanya saya tidak merasakan sakit perut.
Malam di
kostan ipin bersama abub biasa aja, enggak ada yang luar biasa. Dan mungkin
cukup sekian dulu ceritanya. Seenggaknya meskipun ceritanya enggak jelas yang
pasti ada hikmahnya yatu “jangan makan sambel kebanyakan, nanti mules.”
Komentar